Sabtu, 21 Oktober 2023

MENGAPA HARUS CURHAT KE IBU TIRI BILA MASIH ADA IBU KANDUNG?

Lanjutan dari  Nama PGRI Sukapura dicoreng oleh media

Pagi ini pukul 04.36 WIB, Ibu Nur Chabibah Umaro, M.Pd selaku Koordinator Wilayah Bidikdaya Kecamatan Sukapura meluncurkan undangan yang bersifat instan melalui WAG kepada Kepala TK, SD, SMP dan guru P3K Tahap 3, terkait Tindak Lanjut dari tercorengnya nama PGRI Sukapura oleh mass media. Rapat ini rencananya dihadiri oleh Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dan Ketua PGRI Kabupaten Probolinggo. Namun karena suatu hal, bapak Kadis Dikdaya Kabupaten Probolinggo tidak jadi menghadiri acara yang digelar pada pukul 08.30 WIB di Aula SDN Sukapura I ini.

Sebelum acara dimulai, para undangan (KS dan guru) sudah hadir dan berkumpul yang tentunya terjadi kasak-kusuk membicarakan berita hangat yang viral di medsos saat ini. Semua tidak bisa menerima atas pencemaran nama organisasi profesinya.

Setelah bapak H. Asim, M.Pd. (Ketua PGRI Kabupaten Probolinggo) hadir, dimulailah rapat ini. Adapun 4 orang yang duduk di depan sebagai narasumber pada rapat konsolidasi kali ini adalah :

1. Bapak Hasan Sukarman, S.Pd. M.Pd. (Ketua PGRI Cabang Sukapura)

Beliau membeberkan Rencana Kegiatan HUT PGRI bulan depan beserta rincian anggaran yang dibutuhkan oleh PGRI cabang Sukapura dalam berpartisipasi di tingkat kabupaten.

2. Bapak Sutono, S.Pd. (Wakil Ketua PGRI Kabupaten Probolinggo)

Beliau menjelaskan Rencana Kegiatan HUT PGRI di tingkat kabupaten.

3. Bapak H. Asim, M.Pd. (Ketua PGRI Kabupaten Probolinggo)

Beliau menjelaskan beberapa poin aksi PGRI dalam memperjuangkan dan menyalurkan aspirasi guru untuk memperoleh kesejahteraannya. Beliau juga sudah bergerak melangkah bersama Tim Bidang Penegakan Kode Etik, Advokasi, Bantuan Hukum dan Perlindungan Profesi, agar "Sang Penulis" mencabut tulisannya dan kembali membersihkan nama PGRI Sukapura yang telah tercoreng.

4. Ibu Nur Chabibah Umaro, M.Pd. (Ketua Koordinator Wilayah Bidikdaya Sukapura)

Beliau membeberkan segala kegiatan Korwil Bidikdaya Sukapura beserta rincian anggaran yang dibutuhkan serta siapa yang harus menanggung biaya kegiatan tersebut. Beliau juga menghimbau agar semua insan pendidik yang notabene adalah anggota PGRI lebih memperkuat solidaritasnya. "Mengapa harus curhat ke ibu tiri bila masih ada ibu kandung?" Begitulah istilah yang disampaikan ibu korwil melalui bahasa pelesetannya. Segala sesuatu yang belum jelas supaya ditanyakan agar tidak terjadi kesalahpahaman. Semua bersifat terbuka (transparan), baik PGRI maupun Korwil memang wadah untuk menampung segala keluhan, permasalahan, aspirasi dan inspirasi yang ingin disalurkan oleh para insan pendidik.



Jumat, 20 Oktober 2023

Nama PGRI Sukapura dicoreng oleh media

Hari ini Jumat, 20 Oktober 2023 pukul 17.26 WIB, saya mendapat kiriman link melalui WAG. Saya buka link tersebut, dan ....

Mendadak terasa sesak dada ini untuk bernapas.

Saya baca pelan-pelan, kata demi kata, kalimat demi kalimat.

Kucermati bahasa yang digunakan oleh si penulis.

Saya teliti siapa yang menulis dan mendapatkan sumber informasi dari mana.

Sebuah pukulan berat menghantam organisasi profesi di dunia pendidikan, khususnya insan pendidikan di wilayah kecamatan Sukapura. Sebuah wilayah yang sudah tidak asing bagi siapapun karena terkenal dengan daerah wisatanya.

Setelah saya membaca tulisan yang mengarah pada pelecehan nama sebuah organisasi profesi itu, saya mencoba mempelajari tulisan-tulisan lain yang juga dimuat oleh media yang menamakan dirinya perisaihukum.com dengan logonya PERISAI HUKUM INDONESIA.

Kubuka TAB REDAKSI-nya, dan ... WOW

Tertulis lengkap mulai dari siapa pendirinya, pembina, pemimpin umum/perusahaan, pemimpin redaksi, sekretaris redaksi beserta wakilnya, penasihat hukum, dewan redaksi, redaktur pelaksana, staff redaksi, Kabiro di banyak wilayah, reporter, IT dan design, marketing, alamat kantor, nomor telepon, email dan nomor rekening bank. Bahkan dokumen berupa foto surat izin usaha, sertifikat pendaftaran dan pernyataan pendirian perseroan perorangan, NPWP, sertifikat wartawan, jurnalis, dll juga diposting.

Saya coba untuk fokus dan berusaha jeli mencermati  tulisan yang diunggah oleh sang penulis berinisial Sahrul Silambi. Amat disayangkan, informasi yang diperoleh dari seseorang yang dirahasiakan belum akurat sudah terlanjur diposting. Ironisnya lagi, ketika sang penulis lagi diajak bertemu untuk klarifikasi data, justru menolak : "Sehubungan dengan permintaan tersebut, pihak media ini tidak bisa memenuhi undangannya mengingat, jarak tempuh antara Sukapura dan posisi wartawan media ini sangat jauh. Diperkirakan jarak tempuhnya bisa 2 jam lebih"

Dari sini dapat saya simpulkan bahwa sang penulis sudah teledor, atau sang wartawan tidak gigih dalam mencari berita (Berburu fakta).

Para pembaca bisa berpendapat setelah ikut membaca tulisannya pada link berikut:

https://perisaihukum.com/2023/10/20/ketua-pgri-dan-berbagai-pihak-di-kecamatan-sukapura-diduga-lakukan-pungli-setiap-bulan-pada-guru

Yang saya pikirkan, nama PGRI Sukapura tidak hanya viral tercoreng di lokal Probolinggo saja, tetapi tercoreng secara nasional bahkan internasional, karena di era digital saat ini siapa pun bisa membuka informasi tanpa batas melalui link atau apa pun browsernya.

Yang nggak habis pikir lagi, Wartawan itu sebuah pekerjaan profesi. kenapa penulis ini tidak profesional dalam bekerja. Bukankah penulis ini akan menjatuhkan nama PHI (Perisai Hukum Indonesia) atau lebih singkatnya perisaihukum.com itu sendiri.

Tampaknya emosi (marah) ku tersulut juga.

Inilah Indonesia-ku.

Sebetulnya Ibu Pertiwi menangis.

Masih banyak para oknum, SDM rendah yang bersembunyi di balik payung hukum.

Inikah tanda-tanda akhir zaman? Dunia sudah terbalik. Ada kasus anak menutut ibunya ke pengadilan hanya gegara warisan. Ada kasus siswa SMA yang membunuh gurunya, dsb.

Beberapa grup media sosial pun mulai bergoyang. Terjadi pembahasan di sana sini. Ada yang berharap, menghimbau, menganggap berita ini sampah, dll. Bahkan banyak di kalangan insan pendidik yang tersulut emosinya yang menyatakan tidak terima dengan pemberitaan ini. Sudah lupakah sang penulis bisa menulis juga karena guru?

Pukul 17.28 WIB Ibu Nur Chabibah Umaro (pengawas sekaligus koordinator wilayah bidikdaya Sukapura) melalui WAG : "Alhamdulillah, hasil rapat koordinasi kita sudah naik ke media. Mari kita sikapi dengan bijaksana dan tetap stay calm. Mari kita ajak saudara kita yang tidak se-frekwensi untuk duduk bersama. Kita jauhkan prasangka dan berfokus mengeratkan persaudaraan. Terima kasih atas tanda cinta ini. Salam Solidaritas 💪💐"

Pukul 18.25 WIB Ibu Korwil melalui WAG : "Silakan jika berita ini di share di grup lembaga. Lengkapi dengan himbauan positif. Silakan teman2 di lembaga dikondisikan, nggih. Agar bola tidak menggelinding liar. Berita ini bukan AIB, kita sudah duduk bersama dan menyepakati. Ada poin2 dalam berita yang dipelintir, khas media. ✍Beberapa teman guru japri ke kami".

Pukul 19.45 WIB Bpk Sutono (Wakil Ketua PGRI Kabupaten Probolinggo) melalui WAG juga memberikan pernyataannya :

Iuran yang diberitakan sebagai pungli itu salah :
1. Iuran PGRI itu merupakan kewajiban sebagai anggota sesuai AD/ART yang peruntukannya dari tingkat PC (Kecamatan) sampai tingkat pusat (PB)

2.  Iuran  Dharma Wanita & Korpri, bukan untuk PGRI

3. Infaq itu berdasarkan Peraturan Bupati (baznas), bagi yang merasa keberatan silahkan ajukan keberatannya ke pemkab, krn itu bukan utk PGRI

4. Pembelian kaos PGRI sifatnya himbauan, untuk dipakai sendiri saat HUT, bukan paksaan

5. Iuran HUT yang per golongan masih wacana, belum dilakukan. Yang notabene rencananya untuk kegiatan hari ulang tahunnya GURU sendiri.

Kalau semua itu dianggap PUNGLI kami sangat keberatan dengan pemberitaan ini.


To be continued....